Kualitas pendidikan di Indonesia belakangan ini telah menjadi perhatian serius, terutama setelah Kurikulum Merdeka mulai diterapkan dan Ujian Nasional (UN) dihapus sebagai standar evaluasi pendidikan nasional. Beberapa laporan menunjukkan bahwa masih ada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang mengalami kesulitan dalam membaca, menunjukkan bahwa keterampilan dasar yang seharusnya mereka kuasai tidak terpenuhi dengan baik. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah mengembalikan UN sebagai alat evaluasi dapat meningkatkan kualitas pendidikan.
Apakah Penghapusan Ujian Nasional Mempengaruhi Kualitas Pendidikan?
Penghapusan Ujian Nasional dilakukan untuk mengurangi tekanan akademis dan memberikan kesempatan bagi pengembangan keterampilan dan kreativitas siswa melalui Kurikulum Merdeka, yang memusatkan pada pendekatan pembelajaran yang lebih fleksibel dan individual. Akan tetapi, tanpa standar evaluasi yang terstruktur, terdapat kesenjangan dalam kualitas pendidikan. Banyak siswa tidak mencapai kompetensi dasar, terutama dalam literasi dan numerasi, yang seharusnya menjadi dasar utama bagi pendidikan lanjutan.
Dahulu UN digunakan sebagai standar penilaian yang sama di seluruh negeri sehingga sekolah dan pemerintah bisa menilai dan membandingkan capaian akademik di berbagai daerah. Tetapi, setelah UN dihapus, fokus evaluasi bergeser menjadi lebih terdesentralisasi dan lebih memprioritaskan evaluasi formatif. Meskipun tujuan ini baik, pelaksanaannya tampaknya kurang optimal, terutama di daerah yang infrastruktur pendidikannya belum memadai.
Penurunan Kualitas Pendidikan dan Kurangnya Pengawasan Standar
Penurunan kualitas pendidikan di Indonesia, terutama dalam kemampuan dasar seperti membaca, mungkin disebabkan oleh kurangnya pengawasan dan standar evaluasi yang merata di seluruh Indonesia. Tanpa alat ukur yang seragam, sulit untuk mengetahui sejauh mana efektivitas kurikulum dan proses pembelajaran berjalan di berbagai daerah, serta langkah perbaikan apa yang perlu dilakukan.
UN memberikan pandangan komprehensif tentang pencapaian siswa di berbagai wilayah, yang memungkinkan pemerintah untuk mengidentifikasi daerah atau sekolah yang tertinggal dan membutuhkan dukungan. Tanpa UN, pengumpulan data ini akan sulit dilakukan secara terpusat. Penurunan kualitas keterampilan dasar seperti membaca dan berhitung di kalangan siswa menunjukkan bahwa evaluasi formatif atau asesmen oleh sekolah saja belum cukup untuk memastikan tercapainya standar pendidikan nasional.
UN sebagai sarana pengawasan dan bukan satu-satunya standar
Jika Ujian Nasional (UN) diterapkan kembali, sebaiknya digunakan bukan sebagai satu-satunya penentu kelulusan siswa, tetapi sebagai alat pemantauan untuk memastikan kualitas pendidikan secara nasional. Dalam model ini, UN dapat menjadi semacam “indikator mutu,” sementara penilaian akhir tetap mempertimbangkan aspek-aspek lain seperti penilaian formatif, portofolio, dan proyek.
Dengan demikian, UN dapat menjadi alat untuk mengidentifikasi kebutuhan peningkatan di wilayah atau sekolah tertentu tanpa memberikan tekanan berlebihan pada siswa. Hal ini juga akan mengurangi praktik belajar hanya untuk lulus ujian (teaching to the test), karena hasil UN tidak akan menjadi satu-satunya indikator kelulusan. Selain itu, evaluasi berbasis keterampilan hidup dan karakter tetap dapat dilakukan di sekolah sebagai bagian dari penilaian Kurikulum Merdeka.
Menggunakan pendekatan hybrid dalam proses evaluasi
Sebagai alternatif untuk kembali sepenuhnya pada ujian nasional (UN) atau hanya mengandalkan asesmen formatif, pendekatan campuran yang menggabungkan keduanya bisa menjadi solusi. Penilaian akademik standar nasional, seperti UN, tetap diadakan secara teratur, misalnya di akhir setiap tingkat pendidikan (kelas 6, kelas 9, dan kelas 12). Namun, asesmen harian di sekolah tetap dilakukan dalam bentuk asesmen formatif yang lebih menekankan pada keterampilan individual dan pengembangan karakter siswa.
Dengan cara ini, pemerintah dapat mengumpulkan data nasional untuk mengevaluasi efektivitas program pendidikan serta memantau kualitas pendidikan di setiap wilayah. Sementara itu, siswa dan guru masih bisa belajar dan mengajar dengan fleksibilitas tanpa tekanan yang berlebihan dari ujian nasional sebagai syarat kelulusan.